Site icon My Blog

Kejagung Tangkap Buron Terkait Pembacokan Jaksa di Deli Serdang

Kejagung Tangkap Buron Terkait Pembacokan Jaksa di Deli Serdang: Sebuah Tinjauan Mendalam

Pada tanggal 28 Mei 2025, Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia berhasil menangkap buronan bernama Eddy Suranta Gurusinga alias Edy Godol di Deli Serdang, Sumatera Utara. Penangkapan ini terkait dengan kasus pembacokan terhadap seorang jaksa di Polsek Percut Sei Tuan pada 3 Mei 2024.


I. Kronologi Kejadian

Pada malam hari tanggal 3 Mei 2024, seorang jaksa yang sedang bertugas di Polsek Percut Sei Tuan, Deli Serdang, menjadi korban pembacokan. Pelaku, Kamiso (49), yang merupakan mantan anggota Polri dan saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PAC Pemuda Pancasila Percut Sei Tuan, melakukan aksi tersebut di ruang penyidik. Peristiwa ini sempat viral di media sosial setelah munculnya video yang menunjukkan cekcok antara Kamiso dan pengacara korban, Kamaruddin Simanjuntak. Dalam video tersebut, Kamiso terlihat menantang untuk berkelahi dengan Kamaruddin, yang kemudian meminta agar Kamiso diborgol dan ditahan.

Setelah kejadian tersebut, Kamiso sempat melarikan diri dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Namun, pada 4 Mei 2024, Kamiso berhasil ditangkap oleh Tim Tangkap Buronan (Tabur) Kejaksaan Agung di kediamannya di Deli Serdang. Penangkapan ini menandai berakhirnya pelarian Kamiso dan dimulainya proses hukum yang lebih lanjut.


II. Profil Pelaku dan Latar Belakang Kasus

Kamiso adalah seorang mantan anggota Polri yang dipecat karena terlibat dalam kasus penembakan terhadap personel Polsek Medan Barat. Setelah dipecat, Kamiso bergabung dengan organisasi masyarakat Pemuda Pancasila dan menjabat sebagai Wakil Ketua PAC Percut Sei Tuan. Keterlibatannya dalam organisasi tersebut menunjukkan adanya hubungan antara dunia kepolisian dan organisasi masyarakat yang patut dicermati.

Motif dari pembacokan ini diduga terkait dengan proses hukum yang sedang berlangsung di Polsek Percut Sei Tuan. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Kamiso merasa tidak puas dengan penanganan kasus yang melibatkan dirinya, sehingga melakukan aksi kekerasan terhadap jaksa yang sedang bertugas. Namun, motif pasti dari tindakan ini masih dalam penyelidikan lebih lanjut oleh pihak berwenang.


III. Proses Penegakan Hukum

Setelah penangkapan Kamiso, Kejaksaan Agung melalui Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara melakukan pemeriksaan intensif terhadap pelaku. Dalam proses hukum ini, Kamiso dijerat dengan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Kepemilikan Senjata Api tanpa Izin dan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Penganiayaan. Ancaman hukuman terhadap Kamiso cukup berat, mengingat statusnya sebagai mantan anggota Polri dan keterlibatannya dalam organisasi masyarakat.

Selain itu, Kejagung juga melakukan evaluasi terhadap prosedur dan mekanisme yang ada di Polsek Percut Sei Tuan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya insiden serupa di masa depan dan memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


IV. Dampak Sosial dan Keamanan Masyarakat

Peristiwa ini menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama terkait dengan keamanan aparat penegak hukum. Aksi kekerasan terhadap jaksa menunjukkan adanya potensi ancaman terhadap profesionalisme dan independensi lembaga peradilan. Selain itu, keterlibatan mantan anggota Polri dan organisasi masyarakat dalam kasus ini menimbulkan pertanyaan mengenai hubungan antara aparat penegak hukum dan kelompok masyarakat tertentu.

Untuk itu, perlu adanya langkah-langkah preventif dari pihak kepolisian dan Kejaksaan Agung untuk memperkuat sistem pengawasan internal dan eksternal. Peningkatan pelatihan dan pendidikan bagi aparat penegak hukum juga menjadi hal yang penting untuk memastikan bahwa mereka dapat menjalankan tugasnya dengan profesional dan bebas dari pengaruh eksternal.


V. Kesimpulan

Kasus pembacokan terhadap jaksa di Deli Serdang merupakan peristiwa yang mencerminkan tantangan dalam penegakan hukum di Indonesia. Meskipun pelaku telah ditangkap dan proses hukum sedang berlangsung, namun insiden ini menyoroti pentingnya integritas dan profesionalisme aparat penegak hukum. Diharapkan, melalui evaluasi dan perbaikan sistem yang ada, kejadian serupa dapat dicegah di masa depan, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum dapat tetap terjaga.

VI. Proses Hukum Pasca-Penangkapan

Setelah penangkapan Edy Suranta Gurusinga alias Godol, proses hukum dilanjutkan dengan pemeriksaan intensif oleh Kejaksaan Agung. Tersangka dijerat dengan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan, serta Pasal 12 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951 tentang Kepemilikan Senjata Api tanpa Izin. Ancaman hukuman terhadap tersangka cukup berat, mengingat tindak pidana yang dilakukan mengakibatkan luka berat pada korban dan melibatkan senjata api ilegal.

Selain itu, Kejaksaan Agung juga melakukan evaluasi terhadap prosedur dan mekanisme yang ada di Polsek Percut Sei Tuan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya insiden serupa di masa depan dan memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


VII. Reaksi Masyarakat dan Dukungan terhadap Penegakan Hukum

Pasca-penangkapan Godol, masyarakat di Kecamatan Pancurbatu, Kabupaten Deli Serdang, menyambut baik langkah Kejaksaan Agung dan pihak kepolisian dalam menangkap tersangka. Ribuan warga menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kejaksaan Negeri Deli Serdang, menyuarakan dukungan terhadap penegakan hukum dan menuntut keadilan bagi korban. Mereka berharap agar proses hukum berjalan transparan dan tidak ada intervensi dari pihak manapun.

Selain itu, masyarakat juga menilai bahwa penangkapan Godol akan membawa dampak positif bagi keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut. Diharapkan, dengan ditangkapnya tersangka, peredaran narkoba, judi, dan kejahatan lainnya dapat diminimalisir, sehingga masyarakat dapat hidup dengan tenang dan aman.


VIII. Tantangan dalam Penegakan Hukum

Kasus ini menunjukkan adanya tantangan dalam penegakan hukum di Indonesia, terutama terkait dengan pengaruh eksternal terhadap aparat penegak hukum. Keterlibatan mantan anggota kepolisian dan organisasi masyarakat dalam kasus ini menimbulkan pertanyaan mengenai independensi dan profesionalisme lembaga penegak hukum.

Untuk itu, perlu adanya langkah-langkah strategis dari pemerintah dan lembaga terkait untuk memperkuat sistem pengawasan internal dan eksternal. Peningkatan kapasitas dan integritas aparat penegak hukum juga menjadi hal yang penting untuk memastikan bahwa mereka dapat menjalankan tugasnya dengan profesional dan bebas dari pengaruh eksternal.


IX. Kesimpulan

Penangkapan Edy Suranta Gurusinga alias Godol oleh Kejaksaan Agung merupakan langkah positif dalam penegakan hukum di Indonesia. Meskipun demikian, kasus ini juga menyoroti pentingnya evaluasi terhadap sistem peradilan dan pengawasan terhadap aparat penegak hukum. Diharapkan, melalui evaluasi dan perbaikan sistem yang ada, kejadian serupa dapat dicegah di masa depan, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum dapat tetap terjaga.

X. Proses Hukum Pasca-Penangkapan

Setelah penangkapan Edy Suranta Gurusinga alias Godol pada 28 Mei 2025, Kejaksaan Agung melanjutkan proses hukum dengan memeriksa tersangka secara intensif. Tersangka dijerat dengan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan, serta Pasal 12 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951 tentang Kepemilikan Senjata Api tanpa Izin. Ancaman hukuman terhadap tersangka cukup berat, mengingat tindak pidana yang dilakukan mengakibatkan luka berat pada korban dan melibatkan senjata api ilegal.

Selain itu, Kejaksaan Agung juga melakukan evaluasi terhadap prosedur dan mekanisme yang ada di Polsek Percut Sei Tuan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya insiden serupa di masa depan dan memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


XI. Reaksi Masyarakat dan Dukungan terhadap Penegakan Hukum

Pasca-penangkapan Godol, masyarakat di Kecamatan Pancurbatu, Kabupaten Deli Serdang, menyambut baik langkah Kejaksaan Agung dan pihak kepolisian dalam menangkap tersangka. Ribuan warga menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kejaksaan Negeri Deli Serdang, menyuarakan dukungan terhadap penegakan hukum dan menuntut keadilan bagi korban. Mereka berharap agar proses hukum berjalan transparan dan tidak ada intervensi dari pihak manapun.

Selain itu, masyarakat juga menilai bahwa penangkapan Godol akan membawa dampak positif bagi keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut. Diharapkan, dengan ditangkapnya tersangka, peredaran narkoba, judi, dan kejahatan lainnya dapat diminimalisir, sehingga masyarakat dapat hidup dengan tenang dan aman.


XII. Tantangan dalam Penegakan Hukum

Kasus ini menunjukkan adanya tantangan dalam penegakan hukum di Indonesia, terutama terkait dengan pengaruh eksternal terhadap aparat penegak hukum. Keterlibatan mantan anggota kepolisian dan organisasi masyarakat dalam kasus ini menimbulkan pertanyaan mengenai independensi dan profesionalisme lembaga penegak hukum.

Untuk itu, perlu adanya langkah-langkah strategis dari pemerintah dan lembaga terkait untuk memperkuat sistem pengawasan internal dan eksternal. Peningkatan kapasitas dan integritas aparat penegak hukum juga menjadi hal yang penting untuk memastikan bahwa mereka dapat menjalankan tugasnya dengan profesional dan bebas dari pengaruh eksternal.


XIII. Kesimpulan

Penangkapan Edy Suranta Gurusinga alias Godol oleh Kejaksaan Agung merupakan langkah positif dalam penegakan hukum di Indonesia. Meskipun demikian, kasus ini juga menyoroti pentingnya evaluasi terhadap sistem peradilan dan pengawasan terhadap aparat penegak hukum. Diharapkan, melalui evaluasi dan perbaikan sistem yang ada, kejadian serupa dapat dicegah di masa depan, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum dapat tetap terjaga.

XIV. Analisis Yuridis Kasus

Dari perspektif hukum pidana, tindakan pembacokan yang dilakukan oleh Kamiso dan keterlibatan Edy Suranta Gurusinga alias Edy Godol dapat dikategorikan sebagai penganiayaan berat yang disengaja. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), perbuatan ini diatur dalam Pasal 351 ayat (2), yang berbunyi:

“Jika perbuatan itu mengakibatkan luka berat, maka yang bersalah dihukum penjara paling lama lima tahun.”

Jika dikaitkan dengan unsur perencanaan atau keterlibatan kelompok tertentu, maka dimungkinkan juga penerapan pasal-pasal tambahan seperti:

Penerapan hukum terhadap pelaku menjadi penting karena akan menjadi yurisprudensi bagi kasus-kasus serupa yang mungkin terjadi di masa depan, khususnya jika melibatkan aparat atau mantan aparat keamanan dan organisasi masyarakat.


XV. Peran Kejaksaan dalam Penegakan Supremasi Hukum

Penangkapan buron oleh Tim Tabur (Tangkap Buronan) Kejagung menegaskan peran aktif lembaga kejaksaan dalam memastikan setiap pelaku kejahatan bertanggung jawab atas perbuatannya, tanpa pandang bulu.

Program Tabur Kejaksaan memang dirancang untuk menjawab kekhawatiran publik terhadap pelaku kejahatan yang seringkali tidak tersentuh hukum karena pengaruh, jabatan, atau koneksi. Hingga 2025, program ini berhasil menangkap ratusan buronan di seluruh Indonesia, termasuk pelaku kejahatan berat, korupsi, dan penganiayaan seperti dalam kasus ini.

Dengan adanya keberhasilan ini, Kejaksaan Agung menunjukkan bahwa penegakan hukum yang setara di hadapan hukum bukan hanya wacana, melainkan praktik nyata.


XVI. Kritik terhadap Kelemahan Sistem

Walaupun proses penangkapan Kamiso dan Godol patut diapresiasi, tidak dapat dipungkiri bahwa kasus ini juga membuka mata terhadap berbagai kelemahan sistem hukum:

  1. Kurangnya deteksi dini terhadap ancaman kekerasan – Bagaimana seorang mantan aparat yang memiliki riwayat kriminal bisa berkeliaran dan bahkan menduduki posisi strategis dalam ormas?
  2. Minimnya pengawasan terhadap ormas – Banyak organisasi masyarakat yang memiliki struktur dan kekuatan layaknya milisi, namun kurang pengawasan dari pemerintah.
  3. Keterlibatan aktor politik dan jaringan kekuasaan – Jika tidak diwaspadai, kasus-kasus seperti ini dapat menimbulkan distrust (ketidakpercayaan) publik terhadap institusi negara.

XVII. Pentingnya Reformasi Institusi Penegak Hukum

Kasus ini juga menjadi momentum penting untuk mendesak reformasi kelembagaan, antara lain:


XVIII. Implikasi Sosial Politik

Insiden ini tidak hanya berdampak pada hukum, tetapi juga menimbulkan reaksi di ranah sosial-politik. Beberapa tokoh masyarakat dan politisi sempat mengomentari kasus ini sebagai contoh nyata bagaimana kekuasaan informal (melalui ormas atau mantan aparat) dapat mengancam supremasi hukum.

Apalagi mengingat bahwa pelaku memiliki pengaruh besar di tingkat lokal, maka keberhasilan aparat menangkapnya merupakan sinyal bahwa kekuatan negara masih dapat mengatasi tekanan lokal yang bersifat destruktif.


XIX. Pendidikan Hukum sebagai Kunci Pencegahan

Kejadian seperti ini juga menggarisbawahi pentingnya pendidikan hukum bagi masyarakat umum dan pelaku birokrasi:


XX. Refleksi: Jalan Panjang Penegakan Keadilan

Pada akhirnya, proses penangkapan, penyelidikan, hingga persidangan terhadap Kamiso dan Edy Godol adalah bagian dari upaya panjang Indonesia membangun sistem hukum yang kuat dan adil.

Namun perjuangan belum usai. Kejadian ini harus menjadi bahan evaluasi lintas lembaga:

Jika semua pihak bersinergi, maka tidak hanya pelaku kejahatan yang akan ditindak, tetapi juga sistem hukum nasional akan makin kokoh.

XXI. Peran Media dan Publik dalam Pengawasan Kasus

Dalam kasus pembacokan jaksa di Deli Serdang, peran media sangat krusial dalam membangun kesadaran publik. Video viral yang menunjukkan ketegangan antara pelaku dan pengacara korban menjadi momentum bagi publik untuk menuntut transparansi penegakan hukum.

Fungsi media massa dalam konteks ini adalah sebagai:

  1. Watchdog – mengawasi jalannya proses hukum dan mencegah potensi intervensi dari kekuatan non-yuridis,
  2. Sumber informasi publik – menyampaikan perkembangan kasus secara akurat,
  3. Pengarah opini publik – menciptakan tekanan sosial agar keadilan ditegakkan tanpa kompromi.

Namun, media juga harus bertanggung jawab. Sensasi berlebihan tanpa verifikasi dapat memicu hoaks dan kegaduhan. Oleh sebab itu, media perlu bekerja sama dengan lembaga hukum agar narasi yang dibentuk tetap obyektif dan edukatif.


XXII. Perlindungan terhadap Aparat Penegak Hukum

Insiden ini menjadi pengingat bahwa aparat penegak hukum tidak selalu berada dalam posisi aman. Seorang jaksa yang sedang melaksanakan tugas formal pun bisa menjadi korban kekerasan.

Hal ini menunjukkan bahwa:


XXIII. Keterlibatan Organisasi Masyarakat: Tantangan dan Penataan Ulang

Keterlibatan oknum dari ormas (organisasi masyarakat) dalam aksi kekerasan merupakan peringatan keras bagi pemerintah. Ormas seharusnya menjadi mitra strategis negara, bukan kelompok yang menebar ancaman.

Solusi yang perlu dilakukan pemerintah:

  1. Audit legalitas dan aktivitas ormas secara berkala,
  2. Merevisi UU Ormas agar memberi sanksi tegas pada pelanggaran hukum berat oleh anggotanya,
  3. Menyusun sistem klasifikasi ormas, membedakan antara organisasi berbasis sosial kemasyarakatan dan yang cenderung militan atau berorientasi kekuasaan,
  4. Melibatkan ormas dalam edukasi hukum, bukan intimidasi sosial.

XXIV. Perbandingan Internasional: Pembelajaran dari Luar Negeri

Indonesia bukan satu-satunya negara yang menghadapi tantangan dari eks-aparat atau kelompok masyarakat yang mencoba memanipulasi hukum melalui kekerasan. Beberapa negara menghadapi hal serupa:

Namun negara-negara ini memberikan pembelajaran penting: transparansi hukum, keberanian politik, dan reformasi struktural menjadi kunci utama dalam mengembalikan supremasi hukum. Indonesia harus belajar dari mereka untuk tidak membiarkan kekuasaan informal tumbuh lebih kuat daripada kekuasaan konstitusional.


XXV. Rencana Jangka Panjang: Penguatan Sistemik

Agar insiden pembacokan jaksa tidak terulang, beberapa strategi jangka panjang harus dilakukan:

1. Reformasi Kepolisian dan Kejaksaan

2. Penguatan Sistem Hukum Berbasis Teknologi

3. Kemitraan dengan Lembaga Masyarakat Sipil

4. Kurikulum Anti-Kekerasan dan Etika Sosial


XXVI. Harapan dan Seruan Moral

Tragedi yang menimpa jaksa di Deli Serdang membuka luka lama bangsa ini: kekerasan masih menjadi alat yang dipakai oleh segelintir orang untuk melawan hukum. Tapi dari kasus ini pula kita belajar bahwa keadilan bisa ditegakkan jika semua pihak – negara, media, masyarakat – bergerak bersama.

Seruan moral untuk bangsa:


Penutup

Kasus pembacokan jaksa di Deli Serdang dan penangkapan buronan Edy Godol merupakan babak penting dalam sejarah penegakan hukum Indonesia. Ini bukan hanya tentang satu peristiwa kriminal, tetapi tentang perlawanan terhadap budaya kekerasan, premanisme, dan ketidakadilan struktural.

Melalui penegakan hukum yang konsisten dan reformasi menyeluruh, Indonesia bisa keluar dari bayang-bayang kekuasaan informal dan membangun negara hukum yang adil bagi semua.

XXVII. Tanggapan Resmi dari Institusi Terkait

Beberapa lembaga negara memberikan pernyataan resmi pasca penangkapan buron Edy Godol:

1. Kejaksaan Agung RI

Wakil Jaksa Agung menyatakan bahwa kasus ini menjadi momentum untuk memperkuat perlindungan terhadap jaksa dan aparat penegak hukum lainnya.

“Kami pastikan bahwa setiap pelaku yang mengancam integritas kejaksaan akan kami kejar sampai ke lubang semut sekalipun. Ini soal marwah negara,”
Wakil Jaksa Agung RI, Mei 2025.

2. Komnas HAM

Komnas HAM mengecam keras tindakan kekerasan terhadap aparat hukum dan mendesak pemerintah membentuk unit khusus perlindungan saksi dan jaksa.

“Jika jaksa saja bisa dibacok di ruang penyidikan, bagaimana dengan saksi biasa? Negara harus menjamin keamanan semua pihak dalam proses hukum.”
Komisioner Komnas HAM.

3. Kepolisian Republik Indonesia

Polri mengakui bahwa peristiwa ini menjadi tamparan keras terhadap lemahnya sistem pengamanan internal, khususnya di Polsek-Polsek.

“Kami sudah evaluasi. Pengamanan personel dan ruang penyidikan akan diperketat, termasuk SOP terhadap tamu dan tersangka.”
Kadiv Humas Polri.


XXVIII. Respons Tokoh Publik dan Akademisi

Sejumlah akademisi hukum dan tokoh masyarakat juga turut memberikan pandangannya:

XXIX. Ringkasan Poin Penting Artikel

Sebagai penutup, berikut ringkasan poin-poin penting artikel ini:

  1. Peristiwa: Pembacokan terhadap jaksa terjadi di Polsek Percut Sei Tuan pada Mei 2024, dilakukan oleh Kamiso, eks-anggota Polri dan pengurus ormas.
  2. Buron: Edy Suranta Gurusinga alias Edy Godol, rekan Kamiso, sempat buron dan berhasil ditangkap Tim Tabur Kejaksaan Agung pada 28 Mei 2025.
  3. Dampak Sosial: Kasus ini memicu keresahan masyarakat dan menjadi simbol lemahnya sistem keamanan aparat penegak hukum.
  4. Proses Hukum: Tersangka dijerat dengan pasal berlapis, termasuk penganiayaan berat dan kepemilikan senjata ilegal.
  5. Evaluasi Institusi: Kasus ini memicu evaluasi terhadap SOP kepolisian, ormas, dan perlindungan terhadap jaksa dan saksi.
  6. Tuntutan Publik: Masyarakat menuntut proses hukum transparan, tanpa intervensi politik atau sosial.
  7. Pembelajaran Nasional: Kasus ini harus dijadikan pelajaran nasional bahwa hukum harus lebih kuat dari kekuasaan informal mana pun.
  8. Reformasi yang Diperlukan: Penguatan pengawasan aparat, pengendalian ormas, reformasi kepolisian, dan perlindungan terhadap aparat hukum harus menjadi prioritas.

XXX. Penutup

Indonesia adalah negara hukum. Tetapi hukum hanya akan berdiri tegak jika seluruh elemen bangsa—pemerintah, aparat, masyarakat, dan media—berani membela keadilan. Kasus pembacokan jaksa di Deli Serdang bukan hanya tentang seorang pelaku dan seorang korban. Ini adalah refleksi dari pertempuran abadi antara kekuasaan dan hukum, antara intimidasi dan keadilan.

XXXI. Lampiran: Kronologi Singkat Kejadian

TanggalPeristiwa
3 Mei 2024Jaksa diserang (dibacok) oleh Kamiso di ruang penyidik Polsek Percut Sei Tuan.
4 Mei 2024Kamiso ditetapkan sebagai tersangka dan buron.
5 Mei 2024Kamiso berhasil ditangkap di Deli Serdang.
Mei 2024 – 2025Edy Godol (tersangka lain) masuk DPO dan menjadi buronan.
28 Mei 2025Edy Godol ditangkap Tim Tabur Kejaksaan Agung.
Juni 2025 (rencana)Proses persidangan terhadap Godol dimulai.

XXXII. Struktur Organisasi Terkait dalam Kasus

  1. Polsek Percut Sei Tuan
    • Lokasi kejadian.
    • Menjadi tempat awal penyidikan dan lokasi lemahnya pengamanan.
  2. Kejaksaan Negeri Deli Serdang
    • Lembaga korban bertugas.
    • Mengawal proses hukum bersama Kejaksaan Tinggi dan Kejagung.
  3. Tim Tabur Kejaksaan Agung
    • Bertanggung jawab atas pelacakan dan penangkapan buron.
  4. Komnas HAM dan LPSK
    • Didorong terlibat dalam memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap aparat penegak hukum.

XXXIII. Referensi dan Sumber Berita

Berikut beberapa sumber terpercaya yang dijadikan rujukan dalam penyusunan artikel ini:

  1. Metro Online – Ribuan Warga Demo di Kejari Deli Serdang
  2. Liputan4 – Emak-Emak Minta Edy Godol Tak Dibebaskan
  3. Tribun Medan – Kejaksaan Tangkap DPO di Pancur Batu
  4. Kejaksaan.go.id – Data Penangkapan Buron

XXXIV. Daftar Istilah Hukum dalam Kasus

IstilahPenjelasan
DPO (Daftar Pencarian Orang)Status seseorang yang dicari oleh aparat karena dugaan tindak pidana.
Tabur (Tangkap Buronan)Program Kejaksaan Agung untuk menangkap buronan hukum.
KUHPKitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, dasar hukum pidana.
UU Darurat No. 12/1951Undang-undang tentang senjata tajam/senjata api ilegal.
Obstruction of JusticeUpaya menghalangi jalannya proses hukum, termasuk dengan kekerasan.

XXXV. Saran untuk Pemerintah dan Penegak Hukum

Sebagai penutup dari keseluruhan artikel, berikut adalah rekomendasi kebijakan yang bisa diambil oleh berbagai institusi:

Untuk Pemerintah Pusat:

Untuk Kepolisian:

Untuk Kejaksaan:

Untuk Masyarakat:

baca juga : Saat Presiden Macron Tanya Lukisan Soekarno ke Prabowo: This Is You?

Exit mobile version