Saat Presiden Macron Tanya Lukisan Soekarno ke Prabowo: This Is You?

Pada 28 Mei 2025, Presiden Prancis Emmanuel Macron melakukan kunjungan resmi ke Jakarta, Indonesia, untuk memperkuat hubungan bilateral antara kedua negara. Dalam kunjungannya, Macron bertemu dengan Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, di Istana Merdeka. Pertemuan tersebut menandai momentum penting dalam kerjasama strategis antara Indonesia dan Prancis, yang mencakup sektor pertahanan, perdagangan, dan diplomasi budaya.

Salah satu momen menarik dalam pertemuan tersebut terjadi ketika Presiden Macron melihat sebuah lukisan yang menggambarkan Presiden pertama Indonesia, Soekarno. Macron, yang dikenal memiliki minat terhadap seni, terkesan dengan karya tersebut dan bertanya kepada Prabowo, “This is you?” Pertanyaan tersebut menunjukkan ketertarikan Macron terhadap sejarah Indonesia dan figur penting seperti Soekarno.

Lukisan tersebut merupakan karya dari maestro seni rupa Indonesia, Basoeki Abdullah, yang dikenal dengan gaya realisme dan sering menggambarkan tokoh-tokoh penting dalam sejarah Indonesia. Soekarno sendiri memiliki lebih dari 200 lukisan karya Basoeki Abdullah dalam koleksinya, yang mencerminkan apresiasinya terhadap seni dan budaya Indonesia. Koleksi ini tidak hanya menunjukkan kecintaan Soekarno terhadap seni, tetapi juga menjadi simbol dari identitas nasional yang ingin ia bangun selama masa kepemimpinannya.

Pertemuan antara Macron dan Prabowo di Jakarta tidak hanya membahas isu-isu strategis seperti modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista), tetapi juga mencerminkan pentingnya diplomasi budaya dalam mempererat hubungan antarbangsa. Melalui apresiasi terhadap seni dan budaya, kedua pemimpin menunjukkan komitmen mereka untuk membangun hubungan yang lebih dalam dan bermakna antara Indonesia dan Prancis.

Kunjungan ini juga menjadi simbol dari hubungan yang semakin erat antara Indonesia dan Prancis, yang telah terjalin sejak lama. Melalui kerjasama di berbagai bidang, kedua negara berharap dapat saling mendukung dalam menghadapi tantangan global dan membangun masa depan yang lebih baik bagi rakyat mereka.

Dengan demikian, momen ketika Presiden Macron bertanya tentang lukisan Soekarno kepada Prabowo bukan hanya sekadar interaksi santai, tetapi juga mencerminkan pentingnya seni dan budaya dalam diplomasi internasional. Hal ini menunjukkan bahwa melalui apresiasi terhadap karya seni, negara-negara dapat membangun pemahaman dan saling menghormati, yang pada akhirnya memperkuat hubungan antarbangsa.

Pada 28 Mei 2025, Presiden Prancis Emmanuel Macron melakukan kunjungan resmi ke Jakarta, Indonesia, untuk memperkuat hubungan bilateral antara kedua negara. Dalam kunjungannya, Macron bertemu dengan Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, di Istana Merdeka. Pertemuan tersebut menandai momentum penting dalam kerjasama strategis antara Indonesia dan Prancis, yang mencakup sektor pertahanan, perdagangan, dan diplomasi budaya.

Salah satu momen menarik dalam pertemuan tersebut terjadi ketika Presiden Macron melihat sebuah lukisan yang menggambarkan Presiden pertama Indonesia, Soekarno. Macron, yang dikenal memiliki minat terhadap seni, terkesan dengan karya tersebut dan bertanya kepada Prabowo, “This is you?” Pertanyaan tersebut menunjukkan ketertarikan Macron terhadap sejarah Indonesia dan figur penting seperti Soekarno.

Lukisan tersebut merupakan karya dari maestro seni rupa Indonesia, Basoeki Abdullah, yang dikenal dengan gaya realisme dan sering menggambarkan tokoh-tokoh penting dalam sejarah Indonesia. Soekarno sendiri memiliki lebih dari 200 lukisan karya Basoeki Abdullah dalam koleksinya, yang mencerminkan apresiasinya terhadap seni dan budaya Indonesia. Koleksi ini tidak hanya menunjukkan kecintaan Soekarno terhadap seni, tetapi juga menjadi simbol dari identitas nasional yang ingin ia bangun selama masa kepemimpinannya.

Pertemuan antara Macron dan Prabowo di Jakarta tidak hanya membahas isu-isu strategis seperti modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista), tetapi juga mencerminkan pentingnya diplomasi budaya dalam mempererat hubungan antarbangsa. Melalui apresiasi terhadap seni dan budaya, kedua pemimpin menunjukkan komitmen mereka untuk membangun hubungan yang lebih dalam dan bermakna antara Indonesia dan Prancis.

Kunjungan ini juga menjadi simbol dari hubungan yang semakin erat antara Indonesia dan Prancis, yang telah terjalin sejak lama. Melalui kerjasama di berbagai bidang, kedua negara berharap dapat saling mendukung dalam menghadapi tantangan global dan membangun masa depan yang lebih baik bagi rakyat mereka.

Dengan demikian, momen ketika Presiden Macron bertanya tentang lukisan Soekarno kepada Prabowo bukan hanya sekadar interaksi santai, tetapi juga mencerminkan pentingnya seni dan budaya dalam diplomasi internasional. Hal ini menunjukkan bahwa melalui apresiasi terhadap karya seni, negara-negara dapat membangun pemahaman dan saling menghormati, yang pada akhirnya memperkuat hubungan antarbangsa.

Lukisan Soekarno: Simbol Sejarah dan Identitas Bangsa

Lukisan yang dimaksud bukan sekadar representasi visual dari tokoh besar seperti Soekarno. Ia membawa makna historis dan politis yang sangat dalam. Soekarno adalah bapak pendiri bangsa yang tidak hanya dikenal sebagai orator ulung dan pemimpin revolusioner, tetapi juga sebagai kolektor seni yang sangat mencintai budaya nusantara dan dunia.

Koleksi lukisan Soekarno—yang salah satunya terlihat oleh Macron—merupakan bagian dari upaya Soekarno membangun citra nasionalisme Indonesia yang berakar dari kekayaan budaya. Banyak dari karya seni yang ia miliki menggambarkan semangat perjuangan, keindahan alam, serta kehidupan rakyat Indonesia yang penuh warna. Melalui lukisan, Soekarno seolah berbicara kepada dunia bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya, beradab, dan memiliki warisan kebudayaan yang patut dihargai.

Basoeki Abdullah, pelukis dari lukisan yang disebut-sebut itu, memang dikenal dekat dengan Soekarno. Ia banyak membuat potret tokoh nasional dan internasional. Karyanya realistik dan sangat ekspresif, seolah menjembatani dunia seni dengan semangat kenegaraan. Tak heran bila Macron merasa terpesona dan melontarkan pertanyaan jenaka, “This is you?”—menunjukkan bagaimana Soekarno, dan mungkin juga Prabowo, memiliki aura kepemimpinan yang tegas dan karismatik.


Simbolisme Diplomatik di Balik Pertanyaan Macron

Pertanyaan Macron bisa saja dianggap spontan, bahkan bercanda, namun dalam konteks diplomasi, interaksi seperti ini sangat berarti. Ia menunjukkan ketertarikan pemimpin asing terhadap warisan budaya dan sejarah negara yang dikunjunginya. Apalagi dalam hubungan antara Indonesia dan Prancis yang kini berada di titik penting, pendekatan yang menyentuh budaya dan simbol nasional memberi kesan yang kuat.

Pertanyaan seperti “This is you?” bisa dimaknai sebagai cara Macron melihat kesinambungan karakter kepemimpinan antara Soekarno dan Prabowo. Prabowo, yang kini menjadi Presiden Indonesia, juga memiliki latar belakang militer dan dikenal tegas. Banyak pihak melihat Prabowo sebagai sosok yang memiliki nasionalisme kuat, sama seperti Soekarno. Maka, ketika Macron melihat lukisan itu, ia mungkin merasa menemukan benang merah antara masa lalu dan masa kini.


Indonesia-Prancis: Hubungan yang Terus Tumbuh

Secara historis, Indonesia dan Prancis telah menjalin hubungan diplomatik sejak tahun 1951. Hubungan ini telah berkembang dari kerja sama ekonomi dan pendidikan hingga ke sektor strategis seperti pertahanan dan energi. Prancis, sebagai salah satu kekuatan utama Eropa dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB, melihat Indonesia sebagai mitra penting di kawasan Asia Tenggara.

Kunjungan Macron ke Jakarta kali ini bukan hanya kunjungan simbolik. Beberapa agenda besar dibahas, termasuk kerja sama dalam bidang:

  • Pertahanan: Termasuk rencana pembelian dan produksi bersama alat utama sistem persenjataan (alutsista), pelatihan militer, dan peningkatan kapasitas teknologi militer.
  • Perubahan Iklim dan Energi: Prancis mendukung langkah-langkah Indonesia dalam transisi energi hijau dan pengurangan emisi karbon.
  • Pendidikan dan Budaya: Kerja sama antaruniversitas, beasiswa, dan peningkatan pertukaran pelajar menjadi salah satu prioritas.
  • Ekonomi Digital dan AI: Kedua negara sepakat untuk menjajaki potensi kolaborasi di bidang teknologi dan kecerdasan buatan.

Seni Sebagai Jembatan Diplomasi Budaya

Diplomasi tidak melulu soal perjanjian dagang atau alutsista. Dalam banyak kasus, diplomasi budaya justru menjadi fondasi emosional antarbangsa. Apa yang dilakukan Soekarno dahulu—menggunakan seni sebagai representasi identitas bangsa—masih relevan hingga kini. Pertanyaan Macron di depan lukisan Soekarno menjadi semacam “pintu masuk” untuk mempererat ikatan dengan nilai-nilai Indonesia yang unik dan kaya.

Sebagai catatan, Macron sendiri dikenal sebagai pemimpin yang dekat dengan dunia seni dan sastra. Ia pernah menjadi penasihat editorial dan memiliki ketertarikan terhadap filsafat. Karena itu, respons estetis dan reflektif terhadap sebuah karya lukisan sangat alami darinya.

Dengan latar belakang ini, dialog budaya antara Prancis dan Indonesia bisa menjadi fondasi kuat di tengah tantangan global. Keduanya bisa memperkuat diplomasi publik, saling mempromosikan seni dan budaya, serta menjalin koneksi antar masyarakat—dari seniman, budayawan, pelajar, hingga wirausahawan kreatif.


Simbol Kepemimpinan: Dari Soekarno ke Prabowo?

Ketika Macron melihat Soekarno dan bertanya apakah itu Prabowo, secara tidak langsung ia mengangkat narasi baru: bagaimana warisan kepemimpinan Indonesia dibaca oleh dunia luar. Bagi publik internasional, sosok presiden Indonesia kerap dikaitkan dengan karakter kuat, penuh semangat nasionalisme, dan memiliki daya tarik historis.

Prabowo sendiri memiliki latar belakang unik: seorang mantan jenderal, pernah menjadi rival politik, dan kini menjabat sebagai Presiden Indonesia. Perjalanannya menunjukkan dinamika demokrasi Indonesia yang hidup. Bagi Macron, yang memimpin sebuah republik modern dengan nilai-nilai Revolusi Prancis, transformasi kepemimpinan di Indonesia menjadi hal yang menarik.

Dan ketika pertanyaan “This is you?” dilontarkan, bisa jadi itu adalah pengakuan implisit dari pemimpin dunia bahwa Prabowo kini adalah wajah Indonesia, melanjutkan tradisi Soekarno yang dulu dikenal luas oleh pemimpin-pemimpin dunia.


Kesimpulan Sementara (Bagian 1 dari 3)

Kita masih dalam tahap awal menjabarkan cerita sepanjang 5.000 kata ini. Hingga titik ini, kita telah membahas:

  • Konteks diplomatik kunjungan Macron ke Indonesia.
  • Makna simbolis dari lukisan Soekarno.
  • Interaksi budaya sebagai kekuatan diplomasi.
  • Potensi hubungan Indonesia-Prancis ke depan.
  • Simbol kepemimpinan yang menghubungkan masa lalu dan masa kini.

Di bagian berikutnya, kita akan menggali lebih dalam tentang koleksi lukisan Soekarno yang menginspirasi dunia, peran seni dalam politik, dan bagaimana Indonesia bisa memanfaatkan diplomasi budaya di era globalisasi ini.

Bagian 2: Seni Sebagai Wajah Bangsa dan Politik Identitas

Soekarno dan Seni: Presiden Kolektor yang Membangun Imaji Nasional

Bung Karno bukan hanya orator ulung dan ideolog besar, tetapi juga seorang pemimpin yang memahami kekuatan seni sebagai alat pembangunan imaji nasional. Selama masa kepresidenannya (1945–1967), Soekarno aktif mengoleksi karya seni dari pelukis lokal dan internasional. Ia percaya bahwa seni adalah cermin peradaban dan senjata lunak untuk menunjukkan kepada dunia siapa bangsa Indonesia.

Soekarno memiliki ribuan koleksi lukisan, patung, dan benda seni lain, termasuk karya-karya dari Basoeki Abdullah, Affandi, Hendra Gunawan, hingga pelukis-pelukis dari Tiongkok, Eropa Timur, dan India. Ia tidak hanya mengoleksi karena kecintaan pribadi, tapi juga karena nilai-nilai ideologis dan strategis:

  • Membangun identitas nasional: Koleksi lukisan yang menggambarkan rakyat, perjuangan, alam, dan budaya Indonesia memperkuat rasa bangga sebagai bangsa merdeka.
  • Diplomasi budaya: Lukisan sering kali diberikan kepada tamu negara atau dipamerkan dalam kunjungan luar negeri, sebagai simbol kekayaan budaya bangsa.
  • Pendidikan publik: Lukisan dipajang di Istana Merdeka dan Gedung Agung Yogyakarta agar bisa dinikmati masyarakat luas dan membangkitkan rasa nasionalisme.

Koleksi seni Soekarno pernah dibukukan dalam empat volume oleh Presiden Soeharto pada tahun 1960-an dan masih menjadi rujukan penting hingga kini.


Prabowo dan Warisan Estetika Soekarno

Ketika Prabowo kini duduk di kursi kepresidenan dan menyambut Macron di ruang yang sama dengan lukisan Soekarno, muncul pertanyaan mendalam: sejauh mana Prabowo membawa semangat kebudayaan dalam kepemimpinannya?

Sejauh ini, Prabowo dikenal lebih sebagai figur militer-nasionalis, tetapi dalam beberapa tahun terakhir, dia juga menunjukkan gestur ke arah diplomasi lunak. Dalam pertemuan dengan Macron, muncul sinyal bahwa Prabowo memahami nilai simbolik seni sebagai alat komunikasi lintas budaya dan generasi.

Dialog tentang lukisan Soekarno adalah refleksi—bahwa Prabowo, meski berbeda zaman, bisa menghubungkan dirinya dengan nilai-nilai yang dijunjung Soekarno: kebangsaan, martabat, dan kekuatan simbolik budaya.


Diplomasi Budaya Indonesia di Abad ke-21

Indonesia memiliki potensi luar biasa dalam diplomasi budaya—bukan hanya dari warisan seni lukis, tetapi juga dari:

  • Batik dan wastra Nusantara, yang telah diakui UNESCO sebagai warisan dunia.
  • Musik dan tari tradisional seperti gamelan, tari saman, jaipong, dan lainnya.
  • Kuliner Nusantara, yang kini semakin dikenal dunia.
  • Film, sastra, dan seni kontemporer yang berkembang pesat dan menembus panggung internasional.

Namun, potensi besar ini masih belum sepenuhnya dimanfaatkan dalam diplomasi internasional. Negara-negara seperti Korea Selatan telah sukses besar dengan “Hallyu” (gelombang Korea), yang menjadi alat politik lunak yang sangat efektif.

Indonesia bisa belajar dari itu: bagaimana seni, musik, dan budaya bisa membentuk persepsi dunia terhadap bangsa kita—bukan hanya melalui kekuatan ekonomi atau militer, tetapi juga melalui identitas budaya yang kuat dan inspiratif.


Macron: Presiden dengan Sentuhan Budaya

Emmanuel Macron bukanlah sosok yang asing dengan dunia seni. Ia pernah menjadi asisten editor untuk filosofi dan sastra, dekat dengan dunia teater, bahkan menikah dengan mantan guru dramanya, Brigitte Macron, yang juga seorang penggiat seni.

Di dalam dan luar negeri, Macron kerap menggunakan budaya sebagai alat diplomasi:

  • Mengundang seniman Afrika untuk berpameran di Louvre.
  • Mendorong restitusi artefak kolonial kepada negara-negara asalnya.
  • Membuka akses seni untuk publik luas di Prancis melalui kebijakan subsidi dan digitalisasi.

Dalam konteks ini, dialog Macron tentang lukisan Soekarno bisa dibaca lebih dalam—bukan sekadar candaan, tapi pengakuan terhadap peran besar seni dalam politik dan diplomasi. Dan ketika Macron melihat Prabowo berdiri di bawah lukisan itu, ia seperti sedang membaca “kontinuitas sejarah Indonesia” dalam satu bingkai: masa lalu, kini, dan yang akan datang.


Ketika Diplomasi Budaya Menjadi Investasi Strategis

Di era globalisasi, “soft power” menjadi komoditas politik. Negara yang mampu menginspirasi dunia lewat nilai-nilai, budaya, dan inovasi akan lebih mudah mendapat simpati, kepercayaan, bahkan mitra strategis.

Beberapa negara telah memanfaatkan diplomasi budaya sebagai:

  • Alat pengaruh global (Korea Selatan dengan K-pop, Jepang dengan anime, Prancis dengan mode dan seni rupa).
  • Jembatan untuk mendekati negara-negara berkembang.
  • Mekanisme branding nasional yang mendorong pariwisata, ekspor kreatif, dan investasi.

Indonesia punya semua bahan dasarnya.
Yang dibutuhkan sekarang adalah kesadaran strategis dan keberanian politik untuk mengintegrasikan seni, budaya, dan identitas nasional ke dalam kebijakan luar negeri dan branding diplomatik global.


Kesimpulan Bagian 2

Dalam bagian ini kita telah melihat:

  • Bagaimana Soekarno menggunakan seni sebagai alat perjuangan dan identitas nasional.
  • Makna simbolik dialog Prabowo-Macron tentang lukisan.
  • Potensi Indonesia di bidang diplomasi budaya.
  • Peran Macron sebagai pemimpin yang mengangkat seni dalam hubungan internasional.

Di bagian terakhir (Bagian 3), kita akan membahas bagaimana Indonesia bisa menyusun strategi kebudayaan sebagai diplomasi nasional yang berkelanjutan, termasuk peran presiden dalam membangun ekosistem kebudayaan nasional dan global.

Bagian 3: Menjadikan Diplomasi Budaya Pilar Global Indonesia

Momen Simbolik dan Pesan Global

Pertanyaan spontan Macron saat melihat lukisan Soekarno—”This is you?”—adalah gambaran kecil dari interaksi manusiawi dalam hubungan diplomatik tingkat tinggi. Namun momen ini menjadi mikro-kosmos dari narasi besar: bahwa pemimpin dunia melihat Indonesia tak hanya sebagai negara dengan ekonomi yang berkembang, tetapi juga sebagai bangsa dengan sejarah dan warisan budaya yang kaya.

Dialog itu bisa saja berakhir dalam senyum dan tawa ringan. Tapi di baliknya tersimpan makna:

  • Bahwa warisan seni bisa menghubungkan masa lalu dan masa kini.
  • Bahwa pemimpin masa kini (Prabowo) perlu menghidupkan kembali semangat estetik, filosofis, dan kebudayaan seperti yang dicontohkan Soekarno.
  • Bahwa Indonesia layak menunjukkan identitasnya ke dunia bukan hanya dengan angka pertumbuhan ekonomi, tetapi juga ruh budayanya.

Strategi Membangun Diplomasi Budaya Indonesia

Untuk mengubah potensi menjadi kekuatan nyata, Indonesia perlu menyusun strategi yang konsisten dan berkelanjutan. Berikut adalah beberapa pendekatan strategis yang bisa diterapkan oleh pemerintah, khususnya di era kepemimpinan Prabowo:

1. Institusionalisasi Diplomasi Budaya

  • Pembentukan Direktorat Diplomasi Budaya dalam struktur Kementerian Luar Negeri.
  • Menempatkan Atase Budaya di setiap kedutaan besar, bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Badan Ekonomi Kreatif.
  • Kerja sama antar lembaga (Kemenparekraf, Kemlu, Kemdikbud, Kemenhan) untuk menyatukan diplomasi lunak dan keras (soft and hard power).

2. Kebijakan Nasional Pengarsipan dan Promosi Budaya

  • Membangun Museum Diplomasi Soekarno—mengarsipkan, memamerkan, dan mendigitalisasi koleksi seni peninggalan Presiden Pertama RI untuk edukasi generasi muda dan promosi luar negeri.
  • Menyusun program tur budaya keliling dunia, membawa seniman, pemusik, dan budayawan Indonesia ke kota-kota dunia.

3. Inklusi Budaya dalam Diplomasi Ekonomi

  • Setiap misi dagang dan investasi ke luar negeri dapat dilengkapi dengan pertunjukan budaya atau pameran seni sebagai pembuka acara.
  • Promosi produk UMKM berbasis budaya: batik, kriya, kuliner, dan desain khas Indonesia.

4. Digitalisasi Warisan Budaya

  • Digitalisasi koleksi seni dan budaya agar dapat diakses oleh dunia melalui platform online resmi milik negara.
  • Mengembangkan aplikasi budaya Indonesia yang dapat diakses global: dari katalog lukisan hingga kisah-kisah pewayangan.

Peran Prabowo dalam Melanjutkan Estetika Kepemimpinan Soekarno

Sebagai Presiden, Prabowo memiliki kesempatan emas untuk merangkul kembali narasi kultural Indonesia dalam kepemimpinannya. Beberapa langkah yang dapat ia tempuh:

  • Membuka kembali ruang-ruang istana untuk pameran seni nasional dan internasional.
  • Mendorong pendidikan seni dan sejarah budaya di sekolah-sekolah, memperkuat jati diri bangsa.
  • Menjadikan budaya sebagai diplomasi keamanan regional, misalnya mengundang negara ASEAN dalam pertemuan budaya militer atau pertunjukan lintas negara.

Prabowo bisa memposisikan dirinya bukan hanya sebagai pemimpin nasionalis-militeristik, tetapi juga sebagai pemimpin kebudayaan, sebagaimana Soekarno dikenal di dunia.


Penutup: “This Is You?” Sebuah Pertanyaan yang Menjadi Cermin

Pertanyaan Presiden Macron saat memandangi lukisan Soekarno bukan sekadar kekeliruan identifikasi. Ia adalah refleksi mendalam:

  • Apakah kepemimpinan hari ini bisa mewarisi nilai luhur dari pendiri bangsa?
  • Apakah seni dan budaya masih menjadi wajah Indonesia yang dikenali dan dihormati dunia?
  • Apakah kita siap menjadikan diplomasi budaya sebagai pilar kekuatan global yang sejajar dengan ekonomi dan militer?

baca juga : Infografis Usulan Usia ASN Pensiun 70 Tahun hingga Batasan Umur di Berbagai Negara