1. Latar Belakang Kasus
1.1 Penemuan Afif Maulana
Pada Minggu, 9 Juni 2024, warga menemukan jasad Afif Maulana, bocah SMP kelas VII berusia 13 tahun, mengambang di Sungai Batang Kuranji, dekat jembatan Jalan Bypass, Kota Padang, Sumatera Barat . Mayatnya menunjukkan luka serius: rusuk patah, paru-paru robek, dan lebam di sekujur tubuh—indikasi kuat tindakan kekerasan .
1.2 Reaksi Publik dan Tuduhan Kekerasan Aparat
LBH Padang menyelidiki dan menduga korban mengalami penyiksaan—tidak hanya kekerasan fisik, tetapi juga dugaan penyiksaan seksual serta setrum . Saksi melaporkan polisi geledah, intimidasi, dan pemukulan rotan menggunakan kekerasan berlebihan .
1.3 Status Penyelidikan
Polresta Padang menyatakan sedang mengumpulkan saksi dan menunggu hasil otopsi dan visum untuk menentukan pelaku . Hingga kini belum diumumkan tersangka.
2. Proses Forensik dan Pengumpulan Sampel DNA
2.1 Otopsi dan Pengumpulan Sampel
Tim dokter forensik melakukan ekshumasi dan otopsi untuk memastikan penyebab kematian. Dari jasad Afif, tim forensik mengambil 19 sampel jaringan, terdiri dari 3 jaringan keras (tulang) dan 16 jaringan lunak .
2.2 Pengiriman ke Laboratorium
Sampel dikirim ke tiga laboratorium militer/polri:
- Laboratorium Patologi Anatomik FKUI – RSCM Jakarta – untuk pemeriksaan histopatologi
- Puslabfor Mabes Polri (Laboratorium Forensik Polri) – untuk pemeriksaan diatom dan identifikasi DNA
- Laboratorium Forensik Universitas Airlangga, Surabaya – untuk cross‑check
Pengiriman ke Puslabfor khususnya dimaksudkan untuk memverifikasi sampel melalui analisis DNA & diatom, serta menjadi alat bukti kuat dalam proses hukum.
3. Peran dan Fungsi Puslabfor Mabes Polri
3.1 Bank Data DNA
Puslabfor Bareskrim Polri telah mengembangkan bank data DNA nasional, memanfaatkan teknologi pencocokan untuk mempercepat identifikasi korban atau tersangka .
Anggota utama Puslabfor, Brigjen Agus Budiharta menjelaskan bahwa dengan basis data ini, polisi cukup mencocokkan sampel dari TKP dengan database—memangkas waktu penelusuran dan penahanan tersangka yang tidak perlu .
3.2 Forensik untuk Kekerasan dan Mutilasi
Dalam kasus mutilasi Sleman (2023), sampel di tujuh objek—parang, pisau, dan potongan tubuh—diidentifikasi memiliki DNA yang identik satu sama lain dan cocok dengan ayah korban . Ini menunjukkan efektivitas forensik DNA untuk memetakan korban dan menunjukkan motif atau pelaku.
4. Mekanisme Kerja: Dari TKP ke Mabes Polri
4.1 Pengumpulan & Penyimpanan Sampel
Setelah identifikasi awal dan visum, tim forensik mengumpulkan materi biologis (darah, jaringan, tulang, rambut), dengan catatan lokasi & metode pengambilan untuk menjaga rantai (chain of custody).
4.2 Pengiriman
Sampel dikemas steril, dibekukan (ditujukan khusus untuk jaringan lunak) dan dilengkapi catatan pengiriman untuk menjaga validitas forensik. Untuk Afif, sampel tulang & jaringan lunak dikirim ke tiga laboratorium .
4.3 Analisis DNA dan Diatom
- DNA profiling: Menentukan identitas korban dengan membandingkan ke database atau sampel keluarga.
- Diatom test: Mengecek sel alga air (diatom) dalam organ, misalnya paru atau jaringan paru, untuk memverifikasi apakah korban meninggal karena tenggelam.
5. Dampak Hukum dan Keadilan
5.1 Kepastian Identitas
Identifikasi DNA memberikan kepastian objektif untuk keluarga korban—menguatkan dasar hukum dalam penanganan kasus delik mutilasi.
5.2 Dukungan Pembuktian
DNA dan diatom adalah bukti ilmiah yang kuat dan defensible di pengadilan, meminimalisir ruang bagi pihak lawan untuk menyangkal.
5.3 Mempercepat Penegakan Hukum
Setelah mendapatkan hasil, polisi bisa menetapkan tersangka, memburu pelaku, memperoleh surat dakwaan, dan mendukung tuntutan di pengadilan.
6. Tinjauan Kasus Sejenis di Indonesia
Berbagai kabupaten di Nusantara telah menggunakan model pengiriman DNA serupa:
- Nagan Raya (Aceh), Feb 2024: Polres mengirim sampel DNA jasad bayi berusia 2 bulan untuk identifikasi motif pembuangan .
- Way Kanan, OKT 2022: Kasus pembunuhan satu keluarga, Polres mengirim sampel DNA para korban dan keluarga guna identifikasi dan autopsi .
- Surabaya/Sidoarjo, Juni 2023: Tim Pusdokkes mengirim potongan tubuh korban mutilasi ke Labfor Mabes Polri; analisis diperkirakan butuh 3 minggu .
7. Tantangan & Rekomendasi
7.1 Kebijakan dan Infrastruktur
Pengembangan basis data DNA perlu aturan jelas soal privasi dan pengelolaan data. Infrastruktur harus diperkuat untuk distribusi cepat dan penyimpanan keamanan tinggi.
7.2 Kapasitas SDM
Forensik membutuhkan ahli laboratorium, teknisi DNA, ahli forensik, dan personel hukum dilatih untuk menjaga kepastian data dan validitas proses hingga pengadilan.
7.3 Kesadaran & Kolaborasi
Masyarakat—khususnya keluarga korban—perlu diberi pemahaman soal kemampuan forensik. Kolaborasi antar bidang (dokter, kepolisian, jaksa, advokat) vital.
8. Kasus Afif Maulana: Jalan Panjang Menuju Keadilan
Langkah kedepan:
- Proses analisis forensik: Saat ini sampel masih diproses di Puslabfor dan FKUI/Unair; hasilnya diperkirakan setelah beberapa minggu .
- Penetapan status hukum: Setelah DNA & diatom menghantarkan kesimpulan (tenggelam atau kekerasan), polisi bisa menetapkan tersangka.
- Transparansi publik: LBH, keluarga, dan aktivis HAM memantau supaya hasil forensik digunakan secara adil dan pelaku diadili sesuai UU.
9. Penutup: Ilmu Forensik sebagai Pilar Keadilan
Kasus Afif Maulana menyorot kekuatan ilmu forensik—terutama DNA dan analisis diatom—dalam menguak misteri kekerasan ekstrem. Proses pengiriman ke Puslabfor Mabes Polri menandai kemajuan metodologis, walau menuntut kesabaran publik menanti hasil.
Dengan sistem forensik yang makin matang, Puslabfor berfungsi tidak hanya menyelesaikan satu kasus, tetapi membangun kepercayaan publik terhadap penegakan hukum berbasis bukti ilmiah. Semoga kasus ini membawa keadilan bagi Afif dan menjadi pelajaran nasional penting untuk transparansi dan profesionalisme aparat di masa depan.
10. Update Terbaru Proses Forensik (Per 8 Agustus 2024)
- Tim forensik resmi mengumpulkan 19 sampel (3 tulang dan 16 jaringan lunak) dari jasad Afif Maulana pada 8 Agustus 2024 .
- Sampel tersebut akan diperiksa secara:
- Histopatologi (untuk melihat struktur sel/jaringan) di FKUI–RSCM.
- Analisis diatom (menentukan apakah korban tenggelam) dan DNA profiling di Puslabfor Mabes Polri dan Unair, Surabaya .
Tujuan Pilihan Laboratorium
Pemilihan ketiga tempat bertujuan memastikan hasil berbeda metode forensik tetap valid dan saling mendukung, mengingat kondisi mayat telah dikubur selama hampir 2 bulan .
11. Reaksi Pihak Kepolisian dan Kompolnas
- Polresta Padang hingga 8 Agustus 2024 masih menunggu hasil otopsi dari tim eksternal untuk mengembangkan penyelidikan lebih lanjut .
- Kompolnas, usai Komnas HAM dan LBH Padang menyuarakan potensi pelanggaran HAM berat, mendesak Mabes Polri agar seluruh anggota polisi menggunakan body camera untuk menjamin akuntabilitas terutama saat berinteraksi dengan anak-anak dan remaja .
- Propam Mabes Polri juga telah meninjau kasus ini secara mendalam, termasuk memeriksa petugas Sabhara terkait prosedur penangkapan lalu apakah ada tindakan kekerasan atau intimidasi .
12. Signifikansi Ilmiah & Hukum dari Proses Pengiriman Sampel
Aspek | Penjelasan |
---|---|
Validitas Bukti | Penggandaan analisis (histopatologi, diatom, DNA) oleh 3 lab berbeda menjaga keilmiahan dan integritas hasil. |
Dukungan Penuntutan | DNA dan diatom adalah bukti ilmiah yang mengikat di pengadilan, sulit dibantah oleh pihak manapun. |
Percepatan Penetapan Tersangka | Tanpa hasil DNA dan otopsi, polisi belum bisa menetapkan status pelaku. Ekshumasi & pengiriman sampel mempercepat proses penetapan tersangka sesuai hukum acara pidana. |
13. Perbandingan dengan Kasus Serupa
- Kasus mutilasi di Sleman (Juli 2023) menggunakan sampel darah dari tujuh lokasi dan objek; DNA terbukti cocok antara sampel dan keluarga korban—memicu pengungkapan pelaku secara cepat .
- Di Jombang (Agustus 2023), polisi mengirim tulang korban ke Labfor Polda Jatim untuk memulai DNA profiling jika ada laporan keluarga .
- Way Kanan, Lampung (Oktober 2022), pengiriman sampel tulang ke Puslabfor mempercepat hasil dalam dua minggu .
➡ Keempat kasus (Padang, Sleman, Jombang, Way Kanan) menunjukkan pola serupa: ekshumasi —> pengumpulan sampel —> dikirim ke Puslabfor untuk mendapatkan hasil forensik kritis sebagai dasar proses hukum.
14. Tantangan dan Hambatan Pelaksanaan
- Ketersediaan Fasilitas Forensik
- Perlu tenaga ahli dan sarana di daerah; kerap tergantung ke Mabes Polri atau universitas.
- Waktu Analisis
- DNA profiling dan diatom membutuhkan waktu berhari-hari hingga beberapa minggu—publik sering menuntut hasil secepat mungkin.
- Transparansi Proses
- Eksternalisasi ke tim independen (FKUI, Unair) meningkatkan kepercayaan publik, namun Polri tetap wajib memberi kejelasan progres.
- Diregulasi dan Privasi Data DNA
- Pengelolaan data genetic korban memerlukan aturan ketat untuk melindungi privasi dan mencegah penyalahgunaan.
15. Dampak Kasus Padang terhadap Kebijakan Nasional
- Desakan Kompolnas agar body camera dipasang pada anggota Polri di lapangan memperlihatkan dorongan reformasi peningkatan transparansi dan akuntabilitas.
- Tekanan publik melalui LBH, Komnas HAM, dan media mendorong Mabes Polri dan Propam untuk menindak secara tegas bila ditemukan pelanggaran.
- Keberhasilan atau kegagalan proses forensik ini bisa menjadi preseden nasional untuk penanganan kasus kekerasan oleh aparat, terutama terhadap anak.
16. Rangkuman & Langkah Selanjutnya
- Sampel 19 jaringan telah dikirim ke 3 laboratorium—target utamanya Puslabfor Mabes Polri.
- Hasil otopsi dan profiling DNA akan menjadi kunci menentukan penyebab kematian—penganiayaan atau jatuh?
- Setelah hasil forensik selesai, Polresta siap menetapkan tersangka jika ditemukan bukti pelanggaran.
- Publik dan keluarga korban menuntut proses hukum yang transparan, disertai rekam visual seperti bodycam.
- Penanganan kasus ini menjadi acuan nasional bagi penegakan forensik modern dalam kasus kekerasan berat oleh negara terhadap warga.
17. Aspek Hukum dalam Penggunaan Sampel DNA Korban Mutilasi
17.1 Landasan Hukum Penggunaan DNA dalam Penyidikan
Penggunaan sampel DNA dalam kasus kriminal di Indonesia diatur dalam beberapa regulasi, antara lain:
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 38 ayat 3 yang mengatur tentang pengumpulan barang bukti dan pemeriksaan terhadapnya.
- Peraturan Kapolri Nomor 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemeriksaan Forensik yang menjelaskan prosedur pengambilan, pengiriman, dan analisis sampel DNA untuk keperluan penyidikan.
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, mengamanatkan perlindungan khusus terhadap anak, termasuk dalam proses penyidikan dan peradilan.
Pengiriman sampel DNA korban mutilasi ke Puslabfor Mabes Polri merupakan implementasi dari ketentuan tersebut, bertujuan memastikan data forensik yang valid dan sah secara hukum untuk memperkuat proses penegakan hukum.
17.2 Hak Korban dan Keluarga
Selain aspek penyidikan, proses pengumpulan sampel DNA juga harus menghormati hak-hak korban dan keluarganya, termasuk:
- Mendapatkan persetujuan dan informasi yang jelas tentang prosedur ekshumasi dan pengujian.
- Mendapatkan perlindungan dari penyalahgunaan data genetika yang diambil.
- Memperoleh hak untuk mendapatkan keadilan dan keterangan resmi dari pihak berwenang.
18. Teknologi Forensik DNA: Proses dan Peran Puslabfor
18.1 Tahapan Analisis DNA
Setelah sampel diterima di Puslabfor, laboratorium forensik ini melakukan beberapa tahap kunci dalam analisis DNA, yaitu:
- Ekstraksi DNA dari jaringan yang telah dikirim, baik jaringan lunak maupun tulang.
- Amplifikasi DNA menggunakan teknologi PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk memperbanyak materi genetika.
- Profiling DNA menggunakan metode STR (Short Tandem Repeat), menghasilkan pola DNA unik yang dapat dicocokkan dengan database.
- Interpretasi hasil untuk menentukan kecocokan dengan sampel dari keluarga korban atau database tersangka.
18.2 Analisis Diatom
Analisis diatom penting untuk membuktikan apakah korban meninggal karena tenggelam atau tidak. Diatom adalah organisme mikroskopis yang ditemukan di air dan bisa ditemukan di organ korban tenggelam, seperti paru-paru dan organ tubuh lainnya.
Jika ditemukan diatom dalam jaringan korban, ini bisa menjadi bukti bahwa korban meninggal akibat tenggelam, bukan karena sebab lain.
19. Dampak Sosial dan Psikologis Kasus Mutilasi terhadap Masyarakat Padang
19.1 Trauma dan Ketakutan Masyarakat
Kasus mutilasi yang disinyalir melibatkan oknum aparat menimbulkan trauma mendalam dan ketakutan di kalangan warga Kota Padang dan sekitarnya. Masyarakat menjadi khawatir terhadap perlakuan aparat hukum yang seharusnya melindungi justru bisa melakukan kekerasan.
19.2 Reaksi dan Solidaritas Masyarakat
Kasus ini juga memicu gelombang solidaritas, dengan sejumlah organisasi masyarakat sipil, Lembaga Bantuan Hukum, dan aktivis HAM turun tangan mengawal kasus agar penegakan hukum berjalan transparan dan adil.
19.3 Peran Media dan Pengaruh terhadap Opini Publik
Media sosial dan media konvensional memainkan peran besar dalam menyebarkan informasi dan membangun opini publik. Namun, penting bagi media untuk menyajikan informasi yang akurat dan tidak menimbulkan keresahan berlebihan.
20. Kesimpulan dan Harapan ke Depan
Kasus mutilasi Afif Maulana di Padang adalah contoh nyata betapa pentingnya peran ilmu forensik, terutama analisis DNA dan laboratorium forensik Puslabfor Mabes Polri, dalam mengungkap kebenaran dan menegakkan keadilan. Pengiriman sampel DNA korban ke laboratorium forensik nasional menjadi langkah strategis yang dapat mempercepat proses penyidikan dan menguatkan bukti di pengadilan.
Melalui penggunaan teknologi forensik yang canggih dan prosedur hukum yang benar, diharapkan kasus ini tidak hanya menyelesaikan satu tragedi, tetapi juga menjadi momentum pembaruan dalam penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.
21. Kajian Teknis Forensik: Pengolahan Sampel DNA Korban Mutilasi
21.1 Kualitas Sampel DNA dan Tantangan Teknis
Salah satu tantangan utama dalam kasus mutilasi dan jasad yang telah lama dikubur adalah degradasi DNA. Faktor-faktor seperti suhu, kelembapan, dan waktu penguburan dapat memecah rantai DNA sehingga sulit dianalisis secara akurat.
Untuk itu, laboratorium forensik seperti Puslabfor Mabes Polri menggunakan teknologi PCR kuantitatif (qPCR) dan metode ekstra polasi tulang yang canggih agar tetap mendapatkan profil DNA yang cukup untuk identifikasi.
21.2 Prosedur Ekshumasi dan Pengambilan Sampel
Ekshumasi dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan protokol ketat, yang mencakup:
- Sterilisasi alat dan tempat pengambilan sampel untuk mencegah kontaminasi.
- Pengambilan jaringan yang tepat, seperti tulang panjang atau gigi, karena sering menyimpan DNA lebih baik daripada jaringan lunak.
- Pencatatan lokasi dan kondisi setiap sampel sebagai bagian dari “chain of custody” agar bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.
22. Etika dalam Penggunaan Data Genetik Korban
22.1 Perlindungan Privasi dan Hak Atas Data Genetik
DNA adalah data pribadi dan sangat sensitif. Oleh karena itu, etika pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan data genetik korban harus dilindungi secara ketat:
- Sampel dan data hanya boleh digunakan untuk tujuan penyidikan dan peradilan.
- Data harus disimpan dengan keamanan tinggi untuk mencegah kebocoran.
- Tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan komersial atau diskriminasi.
22.2 Persetujuan Keluarga dan Pendampingan Psikologis
Keluarga korban perlu diberikan informasi lengkap mengenai proses pengambilan sampel DNA dan konsekuensinya. Pendampingan psikologis juga penting karena proses ekshumasi dan pengujian dapat menjadi pengalaman traumatis.
23. Rekomendasi Strategis untuk Penguatan Sistem Forensik Nasional
23.1 Peningkatan Infrastruktur dan SDM
- Peningkatan fasilitas laboratorium forensik di daerah agar tidak terlalu bergantung pada Puslabfor Mabes Polri.
- Pelatihan berkelanjutan bagi teknisi dan ahli forensik terkait teknologi terbaru dalam analisis DNA dan metode otopsi forensik.
23.2 Penyusunan Regulasi dan Standar Operasional
- Standar operasional prosedur (SOP) nasional untuk pengambilan, pengiriman, dan analisis sampel DNA harus jelas dan tegas.
- Regulasi terkait pengelolaan data DNA harus memperhatikan aspek privasi dan keamanan.
23.3 Penguatan Koordinasi Antar Lembaga
- Kolaborasi antara kepolisian, kejaksaan, laboratorium forensik, dan institusi kesehatan harus diperkuat agar proses penyidikan berjalan lancar dan cepat.
- Melibatkan lembaga independen dalam proses audit dan pengawasan untuk menjaga integritas data.
24. Studi Banding Internasional
Beberapa negara maju telah menerapkan sistem forensik DNA yang sangat canggih dan terintegrasi, misalnya:
- Amerika Serikat dengan National DNA Index System (NDIS) yang memungkinkan pertukaran data DNA antar negara bagian dengan standar tinggi.
- Uni Eropa memiliki European Network of Forensic Science Institutes (ENFSI) yang memfasilitasi kolaborasi antar negara anggota.
Indonesia dapat belajar dari model-model ini untuk membangun sistem yang efektif dan transparan.
25. Penutup Akhir: Keadilan dan Pemulihan Korban
Kasus mutilasi Afif Maulana dan pengiriman sampel DNA-nya ke Puslabfor Mabes Polri bukan hanya persoalan teknis forensik, tapi juga ujian moral dan hukum bagi bangsa.
Dengan pemanfaatan ilmu forensik secara profesional dan etis, serta dukungan penuh dari seluruh sistem hukum, diharapkan korban mendapatkan keadilan, pelaku diadili, dan masyarakat mendapat jaminan keamanan serta kepercayaan terhadap aparat penegak hukum.
26. Langkah-Langkah Investigasi Kriminal dalam Kasus Mutilasi Korban Anak di Padang
26.1 Tahap Penyidikan Awal
- Pengumpulan Bukti Fisik: Tim kepolisian melakukan pengumpulan barang bukti di lokasi kejadian dan tempat penguburan korban, termasuk pakaian, alat-alat yang diduga dipakai pelaku, serta bukti sidik jari.
- Wawancara Saksi: Polisi mewawancarai saksi yang sempat melihat korban terakhir kali atau yang mengetahui aktivitas pelaku.
- Pengawasan CCTV: Jika ada rekaman CCTV di sekitar TKP atau jalan menuju lokasi kejadian untuk melacak gerak-gerik pelaku.
26.2 Penggunaan Bukti Forensik
- Pengiriman Sampel DNA: Ekshumasi dan pengiriman sampel DNA ke Puslabfor Mabes Polri dilakukan untuk memastikan identitas korban dan mendukung bukti penganiayaan.
- Pemeriksaan Histopatologi: Untuk melihat jenis luka dan penyebab kematian secara medis.
- Analisis Diatom: Menentukan apakah korban meninggal akibat tenggelam atau kekerasan lain.
26.3 Penetapan Tersangka dan Penahanan
- Setelah hasil laboratorium keluar, penyidik dapat menetapkan tersangka berdasarkan kecocokan bukti.
- Penahanan dilakukan untuk mencegah pelaku melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
27. Perlindungan Hukum bagi Anak Korban dan Keluarga
27.1 Perlindungan Khusus Menurut Undang-Undang
- UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa anak berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi.
- Dalam proses penyidikan, anak dan keluarga korban berhak mendapatkan pendampingan psikologis dan perlakuan yang tidak mengintimidasi.
27.2 Pendampingan Psikologis dan Sosial
- Pemerintah daerah dan lembaga sosial bekerja sama menyediakan layanan konseling untuk keluarga korban guna mengurangi trauma.
- Pendampingan hukum oleh LBH dan lembaga HAM agar proses hukum berjalan adil dan transparan.
28. Peran Masyarakat dan Media dalam Mendukung Proses Penegakan Hukum
- Kritik dan Pengawasan Publik: Masyarakat dan media perlu mengawal kasus ini agar proses hukum tidak terhambat atau diintervensi.
- Penyebaran Informasi Akurat: Media harus menyajikan fakta berdasarkan hasil penyidikan dan keterangan resmi, menghindari spekulasi yang bisa memperkeruh situasi.
- Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Anak: Kasus ini menjadi momentum edukasi publik soal pentingnya perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan.
29. Tantangan dan Harapan
29.1 Tantangan
- Proses forensik yang memakan waktu dan seringkali terbentur keterbatasan sumber daya.
- Tekanan publik yang tinggi kadang menyebabkan penyidik dan laboratorium harus bekerja ekstra cepat tanpa mengabaikan akurasi.
- Hambatan dalam mendapatkan kesaksian yang valid dan perlakuan adil terhadap keluarga korban.
29.2 Harapan
- Adanya kepastian hukum yang jelas bagi korban dan keluarga.
- Reformasi penegakan hukum yang lebih transparan dan berbasis bukti ilmiah.
- Peningkatan kapasitas laboratorium forensik di daerah untuk mendukung proses hukum.
30. Kesimpulan Akhir
Kasus mutilasi korban anak di Padang dan pengiriman sampel DNA ke Puslabfor Mabes Polri merupakan proses penting dalam mewujudkan keadilan melalui teknologi forensik yang modern. Pendekatan multidisipliner mulai dari penyidikan, forensik, perlindungan hukum hingga dukungan sosial menjadi kunci keberhasilan penyelesaian kasus ini.
Penguatan sistem forensik, peningkatan perlindungan anak, dan partisipasi aktif masyarakat serta media adalah fondasi penting agar kejadian serupa dapat dicegah dan ditindak dengan cepat dan tepat.
baca juga : Peringatan Dini BMKG Besok 23 24 Juni 2025, Waspada Hujan Sangat Lebat hingga Ekstrem di Wilayah Ini